Rabu, 16 September 2015

perbandingan tentang pendosa besar (ILMU KALAM)

BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Membicarakan Masalah perbandingan ajaran umat Islam telah terjadi perselisihan dimana yang satu adalah umat yang mudah mengkafirkan orang lain sekalipun orang itu masih bisa dianggap  muslim. Sedang yang lainnya adalah yang berpendirian bahwa kita tidak boleh boleh menghukum kafirkan seseorang sekalipun orang tersebut benar-benar telah kafir dan murtad dari agam islam.
Sesungguhnya penilaian bahwa seseorang itu benar-benat telah menyimpang dari hukum islam adalah wewenang Allah. Terkecuali orang gersebut mengatakan dengan terang-terangan bahwa dia tidak menunaikan perintah Allah karena ingkar pada Allah.
Dalam makalah ini, penulis berusaha untuk menerangkan secara mendetail tentang Iman dan Kufur, sifat –sifat Tuhan dan pendosa besar sebagai acuan kita semua untuk membandingkan satu dengan yang lain sebagai tolak ukur kita agar menjadi tepat dan baik dalam penerapan dalam kehidupn sehari-hari.

A.    Rumusan Masalah

1.      Bagimana perbandingan antara khawarij, mu’tazilah, murji’ah & syiah tentang Pendosa besar?
2.      Bagimana perbandingan antara khawarij, mu’tazilah & murji’ah tentang iman & kufur?
3.      Bagaimana pandangan mu;tazilah tentang sifat-sifat Tuhan?

B.     Tujuan Pembuatan Makalah

Tujuan penulisan makalah ini yaitu:
1.      Menuntaskan tugas mata kuliah Ilmu Kalam.
2.      Untuk mengetahui tentang perbandingan Iman dan Kufur, sifat – sifat Tuhan dan pendosa besar dalam ilmu kalam.






BAB II
PEMBAHASAN

C.    Perbandingan Antar Aliran Pelaku Dosa besar

·         Pelaku Dosa Besar
Perkataan dosa berasal dari bahasa sansekerta, yang dalam bahasa arabnya disebut az-zanbu, al-ismu atau al-jurmu. Menurut istilah ulama fukaha ( ahli hukum islam) dosa adalah akibat tidak melaksanakan perintah Allah SWT yang hukumnya wajib dan mengerjakan larangan Allah yang hukumnya haram.Ulama fukaha sepakat bahwa dosa besar adalah dosa yang pelakunya diancam dengan hukuman dunia, azab di akhirat, dan dilaknat oleh Allah SWT dan Rasulullah Saw.
1.      Aliran Khawarij
Pada umumnya, ciri yang menonjol dari aliran Khawarij adalah watak ekstrimitas dalam memutuskan persoalan-persoalan kalam. Tak heran kalau aliran ini memiliki pandangan ekstrim pula tentang status pelaku dosa besar. Mereka memandang bahwa orang-orang yang terlibat dalam peristiwa tahkim, yakni Ali, Mu'awiyah, Amr bin Al-Ash, Abu Musa Al-Asy’ari adalah kafir, berdasarkan firman Allah pada surat al-Maidah ayat 44:
Artinya:“Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.”
Semua pelaku dosa besar (murtabb al-kabiiah), menurut semua subsekte Khawarij, kecuali Najdah adalah kafir dan akan disiksa dineraka selamanya.
Pandangan pelaku dosa besar oleh subsekte khawarij, antara lain:
1)      Azariqah, merupakan subsekte Khawarij yang sangat ekstrim,  mereka menggunakan istilah yang lebih mengerikan dari kafir, yaitu musyrik. Adapun pelaku dosa besar dalam pandangan mereka telah beralih status keimanannya menjadi kafir millah (agama), dan berarti ia telah keluar dari Islam, mereka kekal di neraka bersama orang-orang kafir lainnya.
2)      Najdah, subsekte ini hampir sama dengan Azariqah. Mereka menganggap musyrik kepada siapapun yang secara continue mengerjakan dosa kecil. Seperti halnya dengan dosa besar jika tidak dilakukan secara terus menerus maka pelakunya tidak dipandang musyrik,  tetapi hanya kafir.
3)       An Najdat, juga berpendapat bahwasanya orang yang berdosa besar menjadi kafir dan kekal di dalam neraka hanyalah orang Islam yang tidak sefaham dengan golongannya. Adapun pengikutnya, jika mengerjakan dosa besar tetap mendapatkan siksaan di neraka, tetapi pada akhirnya akan masuk surga juga.
4)       Al-Muhakimat, menurut subsekte ini Ali, Muawiyah, kedua pengantarnya (amr bin Al-Ash dan Abu Musa Al-Asy’ari) dan semua orang yang menyetujui arbitrase adalah bersalah dan menjadi kafir. Hukum kafir inipun mereka luaskan artinya sehingga termasuk orang yang berbuat dosa besar, berbuat zina, membunuh sesama manusia tanpa sebab, dan dosa-dosa besar lainnya menyebabkan pelakunya telah keluar dari Islam.
5)       As-Sufriah, subsekte ini membagi dosa besar dalam dua bagian, yaitu
·         Dosa yang ada sanksinya di dunia, seperti membunuh dan berzina. Pada kategori ini, pelakunya tidak dipandang kafir.
·         Dosa yang tak ada sanksinya di dunia, seperti meninggalkan sholat dan puasa. Dan pada kategori ini pelakunya dipandang kafir.
2.      Aliran Murji’ah
Secara garis besar, sebagaimana telah dijelaskan subsekte Khawarij, Murji’ah dapat dikategorikan dalam dua kategori: ekstrim dan moderat. Murji’ah ekstrim berpandangan bahwasanya pelaku dosa besar tidak akan disiksa di neraka.
Adapun Murji’ah moderat ialah mereka yang berpendapat bahwa pelaku dosa besar tidaklah menjadi kafir. Meskipun disiksa dineraka, ia tidak kekal didalamnya, bergantung pada ukuran dosa yang dilakukannya. Murji'ah berpandangan bahwa antara iman dan amal, iman-lah yang lebih asasi yakni jika seseorang mengucapkan dua syahadat dan menjadi Muslim, maka dosa apapun yang ia perbuat tidak masalah dan takkan menghalanginya masuk surga di akhirat nanti.
Pemikiran seperti ini mendapatkan dukungan keras oleh pemerintahan Umawi, karena mereka menganggap orang-orang pemerintahan meskipun pernah membunuh Ahlulbait dan orang-orang tak berdosa, meminum minuman keras, dan lain sebagainya, sebagai orang yang bakal mendapatkan keselamatan dan masuk surga; karena mereka semua menunjukkan keimanan secara lahiriah dan melakukan berbagai syiar-syiar agama seperti salat, puasa, haji dan lain sebagainya.
Para pemihak pemikiran ini pun berusaha membelanya dengan membawakan ayat-ayat dan riwayat. Misalnya:
Allah Swt berfirman: "..(yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka. dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat. Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung." (Qs. al-Baqarah [2]:3-5)
Orang-orang Murji'ah berdalih bahwa di ayat itu tidak disebutkan bahwa syarat untuk masuk surga adalah "tidak berbuat dosa". Mereka lupa bahwa kriteria-kriteria di atas adalah milik orang-orang yang bertakwa yang disebut dalam ayat kedua surah itu, dan ketakwaan tidak sejalan dengan dosa-dosa besar.[1]Pola pemikiran seperti inilah yang dimanfaatkan oleh penguasa-penguasa zalim yang hanya merasa cukup mengaku beragama Islam namun mereka melakukan segala kejahatan.
Imam Shadiq as dalam hal ini berkata: "Murji'ah berkeyakinan bahwa orang-orang Bani Umayah yang telah membunuh kami, Ahlulbait, adalah orang yang beriman! Dengan demikian tangan mereka berlumuran darah dengan para syahid Ahlulbait.”[2]
3.      Aliran Mu'tazilah
Diantara kedua aliran diatas mengenai status pelaku dosa besar, perbedaannya, bila Khawarij mengkafirkan pelaku dosa besar dan Murji’ah memelihara keimanan pelaku dosa besar, Mu'tazilah tidak menentukan status dan predikat yang pasti bagi pelaku dosa besar, apakah ia tetap mukmin atau kafir, kecuali dengan sebutan yang sangat terkenal, yaitu al-manzilah bain al-manzilatain.
Setiap pelaku dosa besar, menurut Mu'tazilah, berada diposisi tengah diantara posisi mukmin dan kafir. Jika pelakunya meninggal dunia dan belum sempat bertaubat, ia akan dimasukkan ke dalam neraka selama-lamanya. Walaupun demikian, siksaan yang diterimanya lebih ringan dari pada siksaan orang-orang kafir. Dalam perkembangannya, beberapa tokoh Mu'tazilah, seperti Wasil bin Atha’ dan Amr bin Ubaid memperjelas sebutan itu dengan istilah fasik yang bukan mukmin atau kafir.
4.      Aliran Syiah
Menurut ulama Syiah menyatakan bahwa pemikiran mereka tidak seperti pemikiran Murji'ah yang memberikan "surat izin" kebebasan dari neraka untuk para pelaku dosa besar, tidak juga seperti Khawarij yang menyatakan bahwa seseorang sekali melakukan dosa besar maka ia akan kekal di neraka, dan juga tidak seperti Muktazilah yang menempatkan pelaku dosa besar di suatu tempat di antara keimanan dan kekufuran.
Menurut Syiah, para pelaku dosa besar dapat disebut sebagai orang mukmin yang fasik, yang mana mereka tetap dapat memperbaiki diri dengan bertaubat dan mengembalikan tingkat keimanannya sehingga mendapatkan jalan kembali untuk meraih surga. Kalau tidak bertaubat, jelas keimanannya semakin merosot dan bisa jadi tidak mendapatkan kesempatan untuk memperbaiki diri, lalu akhirnya menempati neraka kelak di akhirat. Iman dan amal perbuatan adalah dua hal yang saling berkaitan erat. Orang yang mengaku beriman namun semua amal perbuatannya bertentangan dengan ajaran agama, maka jika demikian ia bukanlah orang yang beriman, dan hal itulah yang akan menyeretnya ke neraka.[3]
Oleh karena itu, rukun pemikiran Syiah dalam masalah ini dapat disimpulkan demikian:
1. Jika seseorang memiliki iman, ia mempunyai kesempatan untuk bertaubat sehingga dosa-dosanya dimaafkan. Dalam hal dosa-dosa yang berkaitan dengan hak-hak orang lain, diperlukan keridhaan orang yang bersangkutan.
2. Orang yang melakukan dosa besar, selama tidak bertaubat, ia akan tersingkir dari derajat "keadilan" yang merupakan salah satu dari derajat keimanan. Namun bukan berarti itu membuatnya terlempar keluar dari golongan orang-orang yang beriman.
3. Melakukan dosa-dosa besar secara terus menerus tanpa bertaubat berujung pada keluarnya pelaku tersebut dari golongan orang yang beriman.
4. Memiliki keimanan dan keyakinan akan wilâyah atau keimaman, tidak dapat dijadikan alasan untuk diperbolehkannya melakukan segala macam dosa.
5. Orang mukmin yang hakiki, berhubungan dengan spiritualitasnya, selalu berada dalam keadaan antara "takut" dan "harapan".
yang tahu apakah pelaku dosa adalah orang yang tetap beriman ataukah tidak, hanyalah Tuhan semata. Sebagaimana Ia sendiri berfirman: "Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada dalam hatimu; jika kamu orang-orang yang baik, maka sesungguhnya Dia Maha Pengampun bagi orang-orang yang bertaubat." (Qs. Al-Isra [17]:25) Tuhan maha pengampun, yang mana bahkan di sebagian ayat-ayat-Nya Ia tidak mensyaratkan taubat untuk memaafkan hamba-Nya.[4]Ia akan mengampuni dosa hamba-Nya yang menurut-Nya layak untuk diampuni, kecuali dosa itu adalah kesyirikan.[5]Banyak sekali riwayat yang menjelaskan bahwa kemurahan Tuhan ini juga mencakup orang-orang yang melakukan dosa-dosa besar[6]
Di dalam Al-Quran juga banyak ayat-ayat yang menjelaskan lebih dari itu, yakni dengan beriman maka Tuhan akan memaafkan dosa-dosa hamba yang telah lalu bahkan kesyirikan pun.[7]
·         Analisis
Aliran yang berpandangan bahwa pelaku dosa besar masih tetap mukmin,menjelaskan bahwa andai kata dimaksukkan kedalam neraka,ia tak kekal didalamnya.Sebaliknya aliran yang berpendapat bahwa pelaku dosa besar bukan lagi mukmin berpendapat bahwa diakhirat ia akan dimasukkan ke neraka dan kekal didalamnya.Khawarij memandang status pelaku dosa besar sebagai kafir,bahkan musyrik.
Oleh karna itu,ia mendapatkan siksaan serupa dengan orang-orang  kafir.Sementara itu,Mu’tazilah memandang status pelaku dosa besar sebagai fasik,yaitu suatu posisis netral diantara dua kutub mukmin dan kafir.Oleh sebab itu,balasan yang diperolehnya kelak diakhirat tidak sama dengan orang mukmin dan orang kafir.Pelaku dosa besar akan disiksa selama-lamnya dineraka paling atas  dengan siksaan yang lebih ringan ketimbang  siksaan yang diterima oleh orang kafir.

D.    Perbandingan Antar Aliran Iman & Kufur

·         Iman dan Kufur
Iman berasal dari bahasa Arab yang berarti tashdiq (membenarkan). Secara etimologi iman berarti pengakuan atau pembenaran. Sedangkan secara terminologi berarti pengakuan atau pembenaran yang mendalam akan adanya Alah SWT, malaikat, rasul, hari akhir, dan qadha dan qadar.[8] Menurut istilah, pengertian iman adalah membenarkan dengan hati, diucapkan dengan lisan, dan diamakan dengan tindakan (perbuatan). Menurut Hassan Hanafi ada empat macam istilah kunci yang biasanya dipergunakan oleh para teologi muslim dalam konsep iman, yaitu:
a. Ma'rifah bi al-aql, (mengetahui dengan akal).
b. Amal, perbuatan baik atau patuh.
c. Iqrar, pengakuan secara lisan, dan
d. Tashdiq, membenarkan dengan hati, termasuk pula di dalamnya ma'rifah bi al-qalb (mengetahui dengan hati).
Secara etimologi, kufur artinya menutupi, sedangkan menurut terminology syariat, kufur artinya ingkar terhadap Allah swt, atau tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, baik dengan mendustakannya maupun tidak.[9]
1.      Aliran Khawarij
Dalam pandangan Khawarij, iman tidak semata-mata percaya kepada Allah. Mengerjakan segala perintah kewajiban agama juga merupakan bagian dari keimanan. Dengan demikian, siapapun yang menyatakan dirinya beriman kepada Allah dan mengakui Muhammad adalah Rasul-Nya, tetapi tidak melaksanakan kewajiban agama dan malah melakukan perbuatan dosa, ia dipandang kafir oleh Khawarij.
Iman menurut Kwaharij bukanlah tashdiq. Dan iman dalam arti mengetahui pun belumlah cukup. Menurut Abd. Al-jabbar, orang yang tahu Tuhan tetapi melawan kepadanya, bukanlah orang yang mukmin, dengan demikian iman bagi mereka bukanlah tashdiq, bukan pula ma’rifah tetapi amal yang timbul sebagai akibat dari mengetahui Tuhan tegasnya iman bagi mereka adalah pelaksanaan perintah-perintah Tuhan.
            Khawarij dengan paham-paham yang radikal membuat golongan ini rentang dengan perpecahan, termasuk subsekte-subsekte Khawarij; Al-Muhakkimah, Al-Azariqah, Al-Najdat, Al-Azaridah, Al-Ajaridah, Al-Sufriyah, dan Al Ibadiyah.
     
a.       Al-Muhakkimah
       Golongan ini adalah golongan Khawarij murni yaitu Khawarij yang pertama kali muncul seperti yang tertera di atas. Kufur di sini adalah semua yang terlibat pada peristiwa tahkim. Dan semua orang yang telah berdosa besar juga dikatakan kufur pada aliran ini.
b.      Al-Azariqah
       Golongan Azariqah muncul setelah Al-Muhakkimah hancur. Pendapat Azariqah mengenai siapa yang beriman dan siapa yang kufur tergolong ekstrim, bahkan mereka tak lagi menggunakan term kufur melainkan term Musyrik yang keberadaannya lebih mengerikan di banding term kufur. Menurut mereka  yang beriman hanyalah golongan dari mereka sendiri yang mau berhijrah dan tidak pernah melakukan dosa besar. Dengan kata lain, berarti orang Islam yang bukan dari golongan mereka atau golongan Azariqah sendiri yang menolak untuk berhijrah dianggap Musyrik.
c.       Al- Najdat
  Perbedaannya menurut Al-Najdat  yang disebut orang beriman adalah golongan Al-Najdat saja walaupun telah berdosa besar, menurut mereka orang yang berdosa besar yang menjadi kafir dan kekal di dalam neraka hanyalah  orang Islam yang tak sepaham dengan golongannya. Adapun pengikutnya jika melakukan dosa besar, betul akan mendapat siksaan, tetapi bukan dalam   neraka, dan kemudian akan masuk surga.[10]
d.      Al-‘Ajaridah
     Orang yang beriman di sini tidak harus orang Al-‘Ajaridah yang mau berhijrah,  Al-‘ajaridah tidak mengharuskan pengikutnya untuk ikut berhijrah. Iman menurut Al-‘Ajaridah adalah semua golongan Al-‘Ajaridah yang tidak berdosa besar, dan anak kecil dari orang yang dianggap kafir masih di kategorikan beriman, selama ia belum mengikuti orang tuanya.

e.       Al-Sufriyah
       Iman dalam pandangan Al-Sufriyah tidak selalu bisa hilang hanya karena suatu dosa besar, Al-Sufriyah membagi dosa besar menjadi dua golongan;  dosa besar yang sangsinya ada di dunia, seperti membunuh dan berzina, dan dosa besar yang tidak ada sangsinya di dunia, seperti meninggalkan sembahyang dan puasa. Orang yang berbuat dosa golongan pertama tidak dipandang kafir yang menjadi kafir hanyalah orang yang melaksanakan dosa golongan kedua.[11]
       Al-Sufriyah juga membagi kufur  menjadi dua: kufr bi inkar al-ni’mah atau di sebut juga kafir ni’mat yaitu mengingkari rahmat Tuhan dan kufr bi inkar al-rububiyah  (kafir millah) yaitu mengingkari Tuhan. Dengan demikian term kafir tidak selamanya harus keluar dari Islam.
            
f.       Al-ibadiyah
       disebut-sebut adalah golongan yang paling moderat di antara subsekte-subsekte Khawarij lainnya. Tetap mengatakan bahwa orang Islam selain dari golongan mereka adalah kafir tetapi boleh mengadakan hubungan perkawinan dan warisan, dan syahadatnya boleh diterima.
       Subsekte ini memiliki pandangan bahwa setiap pelaku dosa besar tetap sebagai muwahid (yang mengesakan Tuhan), tetapi bukan Mukmin. Maksudnya di sini ia hanya dipandang sebagai kafir mengingkari ni’mat (kafir ni’mat) dan bukan kafir millah,[12] dengan kata lain mengerjakan dosa besar tidak membuat orang menjadi keluar dari Islam,[13] namun siksaan yang bakal mereka terima di akhirat nanti adalah kekal dalam neraka bersama orang-orang kafir lainnya.[14]

2.      Aliran Murji’ah
Murji’ah seperti halnya Khawarij, adalah golongan yang mengeluarkan paham berawal karena masalah politik, pendapat mengenai iman adalah sebagai respon terhadap pendapat Khawarij mengenai kafirnya para sahabat yang terlibat pada peristiwa tahkim, karena dianggap melakukan dosa besar sama halnya zina, riba, menbunuh, dan lain sebagainya. Kemudian kelompok sahabat yang kemudian disebut Murji’ah, yang mengatakan bahwa pembuat dosa besar tetap mukmin, tidak kafir, sementara dosanya di serahkan kepada Allah SWT. Apakah Dia akan mengampuninya atau tidak.[15]
 Jika dilihat dari paham-paham golongan ini mengenai iman dan kufur, Murji’ah  bisa di kategorikan sebagai paham antagonis dari Khawarij, Khawarij yang menekankan pemikirannya pada masalah siapa yang di anggap kafir, sedangkan Murji’ah menekankan pada paham mengenai siapakah yang di anggap masih mukmin dan masih dalam keadaan Islam.
 Selain itu Khawarij yang menitik beratkan iman pada perbuatan seseorang, maka Murji’ah tidak menyangkut-pautkan iman dengan perbuatan seseorang, dengan kata lain menurut Murji’ah iman tidak di lihat dari perbuatan baik atau buruknya seseorang.
Golongan yang mengaku berada di posisi netral di antara golongan khawarij dan Syiah ini berpendapat bahwa iman seseorang tidak hilang lantaran dosa besar yang di lakukannya. Menurut mereka dan sesuai dengan nama Murji’ah yang berasal dari kata (arja’ah ) yang berarti menunda berpendapat bahwa apapun persoalan dosa besar yang mereka buat itu ditunda penyelesainnya ke hari perhitungan kelak.[16]
 Pandangan iman menurut Murji’ah adalah mengakui tiada Tuhan selain Allah SWT. Dan bahwa Nabi Muhammad SAW. Adalah Rasulnya. Dan selama seseorang masih mempercayai dan mengakui tiada Tuhan selain Allah SWT. Dan Nabi Muhammad SAW. Adalah utusannya, meskipun telah melakukan dosa besar orang tersebut masih tetap mukmin dan bukan kafir, ini merupakan kesimpulan logis dari pendirian bahwa yang menentukan mukmin atau kafirnya seseorang hanyalah kepercayaan atau imannya dan bukan perbuatan atau amalnya.[17]

3.      Aliran Mutazilah 
Menurut paham mu’tazilah Iman adalah tashdiq di dalam hati, iktar dengan lisan dan dibuktikan dengan perbuatan konsep ini mengaitkan perbuatan manusia dengan iman, karena itu, keimanan seseorang ditentukan pula oleh amal perbuatannya. Konsep ini dianut pula olah Khawarij. Menurut mereka iman adalah pelaksanaan kewajiban-kewajiban kepada Tuhan. Jadi, orang yang membenarkan (tashdiq) tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad rasul-Nya, tetapi tidak melaksanakan kewajiban-kewajiban itu tidak dikatakan mukmin.
Tegasnya iman adalah amal. Iman tidak berarti pasif, menerima apa yang dikatakan orang lain, iman mesti aktif  karena akal mampu mengetahui kewajiban-kewajiban kepada Tuhan. Kaum Mu’tazilah juga berpendapat bahwa orang mukmin yang mengerjakan dosa besar dan mati sebelum tobat, tidak lagi mukmin dan tidak pula kafir, tetapi dihukumi sebagai orang fasiq.


·         Analisis
Aliran yang mengatakan amal sebagi salah satu unsur keimanan ,yakni Mu’tazilah dan Khawarij,memandang bahwa iman dapat bertambah dan berkurang,sementara murji’ah tidak memasukan amal dalam unsur iman,dan tidak berpendapat bahwa iman tidak dapat bertambah dan berkurang.

E.     Sfat –sifat Tuhan dari pandangan Mu’tazilah

·         Sifat-Sifat Tuhan
Sifat-sifat Allah adalah sifat yang sempurna yang tidak terhingga bagi Allah.Sifat-sifat Allah wajib bagi setiap muslim mempercayai bahwa terdapat beberapa sifat kesempurnaan yang tidak terhingga bagi Allah.Kita mengenal Tuhan dengan segala sifat-Nya yang khas yang membedakan dzat-Nya dari makhluk-makhluk-Nya.
Dari aspek itulah,kita bisa menetapkan sifat-sifat yang tidak mesti bagi Tuhan,supaya kita dapat mengetahuai bahwa Dia itu suci dari sifat-sifat yang khusus dari makhluk-mahkluk-Nya yang tidak mungkin dinisbahkan pada dzat-Nya.
1.      Aliran Mu’tazilah
Kaum mu’tazilah mencoba menyelesaikan persoalan ini dengan mengatakan bahwa Tuhan tidak mempunyai sifat. Definisi mereka  tentang Tuhan, sebagaimana  dijelaskan oleh al-asy’ari, bersifat negatif. Tuhan tidak mempunyai pengetahuan, tidak mempunyai kekuasaan, tidak mempunyai hajat dan sebagainya. Ini tidak berarti bahwa Tuhan bagi mereka tidak mengetahui, tidak berkuasa, tidak hidup dan sebagainya. Tuhan tetap mengetahui, berkuasa,dan sebagainya, tetapi mengetahui, berkuasa, dan sebagainya tersebut bukanlah sifat dalam arti kata sebenarnya.[18]
Kaum mu’tazilah mengatakan bahwa kekuasaan Tuhan sebenarnya tidak mutlak lagi. Ketidak mutlakan kekuasaan Tuhan itu disebabkan oleh kebebasan yang diberikan Tuhan terhadap manusia serta adanya hukum alam ( sunatullah ) yang menurut Al- Qur’an. Oleh sebab itu, dalam pandangan mu’tazilah kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan berlaku dalam jalur hukum-hukum yang tersebar di tengah alam semesta. Selanjutnya, aliran mu’tazilah mengatakan, sebagaimana yang dijelaskan oleh Abd Al-jabbar bahwa keadilan Tuhan mengandung arti Tuhan tidak berbuat dan tidak memilih yang buruk, tidak melalaikan kewajiban-kewajiban-Nya kepada manusia, dan segala perbuatan-Nya adalah baik.[19]


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan

Pandangan tentang pendosa besar:
1.      Aliran Khawarij                                                                                                       Semua pelaku dosa besar (murtabb al-kabiiah), menurut semua subsekte Khawarij, kecuali Najdah adalah kafir dan akan disiksa dineraka selamanya.
2.      Aliran Murji’ah                                                                                                Murji’ah ekstrim berpandangan bahwasanya pelaku dosa besar tidak akan disiksa di neraka. Adapun Murji’ah moderat ialah mereka yang berpendapat bahwa pelaku dosa besar tidaklah menjadi kafir. Meskipun disiksa dineraka, ia tidak kekal didalamnya, bergantung pada ukuran dosa yang dilakukannya.
3.      Aliran Mu'tazilah                                                                                         Mu'tazilah tidak menentukan status dan predikat yang pasti bagi pelaku dosa besar, apakah ia tetap mukmin atau kafir, kecuali dengan sebutan yang sangat terkenal, yaitu al-manzilah bain al-manzilatain.
4.      Aliran Syiah                                                                                                                Menurut Syiah, para pelaku dosa besar dapat disebut sebagai orang mukmin yang fasik.
Pandangan tentan iman dan kufur:
1.      Aliran Khawarij                                                                                                 Iman bagi mereka bukanlah tashdiq, bukan pula ma’rifah tetapi amal yang timbul sebagai akibat dari mengetahui Tuhan tegasnya iman bagi mereka adalah pelaksanaan perintah-perintah Tuhan.
2.      Aliran Murji’ah                                                                                                       Iman tidak di lihat dari perbuatan baik atau buruknya seseorang.
3.      Aliran Mutazilah                                                                                                          Menurut mereka iman adalah pelaksanaan kewajiban-kewajiban kepada Tuhan. Tegasnya iman adalah amal.
Pandangan tentang sifat-sifat Tuhan:
1.      Aliran Mu’tazilah mengatakan bahwa Tuhan tidak mempunyai sifat.



DAFTAR PUTAKA

Abdul Razak, Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2009)
Al-Bugha, Mustafa Dieb. Syarah Kitab Arba’in An-Nawawiyah.
Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-Aliran, Sejarah, Analisa Perbandingan, (Jakarta: UI-Press, 1986)  
Hurr Amili, Muhammad bin Al-Hasan, Wasâil Al-Syi'ah, jil.  5, hal.  334, Hadis 20669, Muasasah Alul Bait,              Qum, 1409 H.
Kiswati, Dr.Tsuroya.Al-Juwaini Peletak Dasar Teologi Rasional Dalam Islam.
Kulaini, Muhammad bin Ya'qub, Al-Kafi, jil.  2, hal. 409, Hadis 1, Dar al-Kutub Islamiah, Teheran, 1365 S.
Thayib, Sayid Abdul Husain, Athyâb al-Bayân fi Tafsir Al-Qur'ân, jil.  1, hal.  259-258, Penerbitan Islami                                   Tehran, 1378 HS.






[1] Untuk merujuk lebih lanjut tentang dalih Murji'ah dengan menggunakan ayat ini: Thayib, Sayid Abdul Husain, Athyâb al-Bayân fi Tafsir Al-Qur'ân, jil.  1, hal.  259-258, Penerbitan Islami Tehran, 1378 HS.
[2] Kulaini, Muhammad bin Ya'qub, Al-Kafi, jil.  2, hal. 409, Hadis 1, Dar al-Kutub Islamiah, Teheran, 1365 S.

[3] Mengenai masalah ini, Adapat merujuk ke Pertanyaan 802 (Site: 863) tentang mengenal orang-orang beriman yang sebenarnya.
[4] Hurr Amili, Muhammad bin Al-Hasan, Wasâil Al-Syi'ah, jil.  5, hal.  334, Hadis 20669, Muasasah Alul Bait, Qum, 1409 H.

[5] (Qs. Al-Nisa' [4]: 48 dan 116).
[6] Al-Kafi, jil.  2, hal.  284, hadits 18.
[7] "Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya." (Qs. Al-Zumar [39]: 53)
[8] Al-Bugha, Mustafa Dieb. Syarah Kitab Arba’in An-Nawawiyah.hal 10-11
[9] Kiswati, Dr.Tsuroya.Al-Juwaini Peletak Dasar Teologi Rasional Dalam Islam.hal 187

[10] Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-Aliran, Sejarah, Analisa Perbandingan, (Jakarta: UI-Press, 1986) hlm.18
[11] Ibid., hlm. 21.
[12] Abdul Razak, Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2009) hlm. 143
[13] Teologi Islam, hlm. 22.
[14] Ilmu Kalam, hlm. 143.
[15] Abdul Razak, Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2009) hlm. 57.
[16] Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-Aliran, Sejarah, Analisa Perbandingan, (Jakarta: UI-Press, 1986) hlm.25
[17] Ibid.
[18] Harun Nasution, Teologi Islam, UI Press, Jakarta, 2010, hlm. 135
[19] Abdul Razaq dan Rasihan Anwar, Ilmu Kalam, CV. Pustaka Setia, Bandung, 2011, hlm. 182

0 komentar:

Posting Komentar