BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Membicarakan Masalah perbandingan ajaran umat
Islam telah terjadi perselisihan dimana yang satu adalah umat yang mudah
mengkafirkan orang lain sekalipun orang itu masih bisa dianggap muslim. Sedang yang lainnya adalah yang
berpendirian bahwa kita tidak boleh boleh menghukum kafirkan seseorang
sekalipun orang tersebut benar-benar telah kafir dan murtad dari agam islam.
Sesungguhnya penilaian bahwa seseorang itu
benar-benat telah menyimpang dari hukum islam adalah wewenang Allah. Terkecuali
orang gersebut mengatakan dengan terang-terangan bahwa dia tidak menunaikan
perintah Allah karena ingkar pada Allah.
Dalam makalah ini, penulis berusaha untuk
menerangkan secara mendetail tentang Iman dan Kufur, sifat –sifat Tuhan dan pendosa besar sebagai acuan kita
semua untuk membandingkan satu dengan yang lain sebagai tolak ukur kita agar
menjadi tepat dan baik dalam penerapan dalam kehidupn sehari-hari.
A.
Rumusan Masalah
1. Bagimana perbandingan antara
khawarij, mu’tazilah, murji’ah & syiah tentang Pendosa besar?
2. Bagimana perbandingan antara
khawarij, mu’tazilah & murji’ah tentang iman & kufur?
3. Bagaimana pandangan mu;tazilah
tentang sifat-sifat Tuhan?
B.
Tujuan Pembuatan Makalah
Tujuan penulisan makalah ini yaitu:
1. Menuntaskan
tugas mata kuliah Ilmu Kalam.
2. Untuk
mengetahui tentang perbandingan
Iman dan Kufur, sifat – sifat Tuhan dan pendosa besar dalam ilmu kalam.
BAB II
PEMBAHASAN
C. Perbandingan Antar Aliran Pelaku Dosa besar
·
Pelaku Dosa Besar
Perkataan dosa berasal dari bahasa sansekerta, yang dalam
bahasa arabnya disebut az-zanbu, al-ismu atau al-jurmu. Menurut istilah ulama
fukaha ( ahli hukum islam) dosa adalah akibat tidak melaksanakan perintah Allah
SWT yang hukumnya wajib dan mengerjakan larangan Allah yang hukumnya
haram.Ulama fukaha sepakat bahwa dosa besar adalah dosa yang pelakunya diancam
dengan hukuman dunia, azab di akhirat, dan dilaknat oleh Allah SWT dan
Rasulullah Saw.
1.
Aliran Khawarij
Pada umumnya, ciri yang
menonjol dari aliran Khawarij adalah watak ekstrimitas dalam memutuskan
persoalan-persoalan kalam. Tak heran kalau aliran ini memiliki pandangan
ekstrim pula tentang status pelaku dosa besar. Mereka memandang bahwa
orang-orang yang terlibat dalam peristiwa tahkim, yakni Ali, Mu'awiyah,
Amr bin Al-Ash, Abu Musa Al-Asy’ari adalah kafir, berdasarkan firman Allah pada
surat al-Maidah ayat 44:
Artinya:“Barang siapa
yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah
orang-orang yang kafir.”
Semua pelaku dosa besar
(murtabb al-kabiiah), menurut semua subsekte Khawarij, kecuali Najdah adalah
kafir dan akan disiksa dineraka selamanya.
Pandangan pelaku dosa
besar oleh subsekte khawarij, antara lain:
1)
Azariqah, merupakan
subsekte Khawarij yang sangat ekstrim, mereka menggunakan istilah
yang lebih mengerikan dari kafir, yaitu musyrik. Adapun pelaku dosa besar dalam
pandangan mereka telah beralih status keimanannya menjadi kafir millah (agama),
dan berarti ia telah keluar dari Islam, mereka kekal di neraka bersama
orang-orang kafir lainnya.
2)
Najdah, subsekte ini
hampir sama dengan Azariqah. Mereka menganggap musyrik kepada siapapun
yang secara continue mengerjakan dosa kecil. Seperti halnya dengan dosa
besar jika tidak dilakukan secara terus menerus maka pelakunya tidak dipandang
musyrik, tetapi hanya kafir.
3)
An Najdat, juga berpendapat bahwasanya orang
yang berdosa besar menjadi kafir dan kekal di dalam neraka hanyalah orang Islam
yang tidak sefaham dengan golongannya. Adapun pengikutnya, jika mengerjakan
dosa besar tetap mendapatkan siksaan di neraka, tetapi pada akhirnya akan masuk
surga juga.
4)
Al-Muhakimat, menurut subsekte ini Ali,
Muawiyah, kedua pengantarnya (amr bin Al-Ash dan Abu Musa Al-Asy’ari) dan semua
orang yang menyetujui arbitrase adalah bersalah dan menjadi kafir. Hukum kafir
inipun mereka luaskan artinya sehingga termasuk orang yang berbuat dosa besar,
berbuat zina, membunuh sesama manusia tanpa sebab, dan dosa-dosa besar lainnya
menyebabkan pelakunya telah keluar dari Islam.
5)
As-Sufriah, subsekte ini membagi dosa besar
dalam dua bagian, yaitu
·
Dosa yang ada sanksinya di
dunia, seperti membunuh dan berzina. Pada kategori ini, pelakunya tidak
dipandang kafir.
·
Dosa yang tak ada
sanksinya di dunia, seperti meninggalkan sholat dan puasa. Dan pada kategori
ini pelakunya dipandang kafir.
2.
Aliran Murji’ah
Secara garis besar,
sebagaimana telah dijelaskan subsekte Khawarij, Murji’ah dapat dikategorikan
dalam dua kategori: ekstrim dan moderat. Murji’ah ekstrim berpandangan
bahwasanya pelaku dosa besar tidak akan disiksa di neraka.
Adapun Murji’ah moderat ialah mereka yang berpendapat
bahwa pelaku dosa besar tidaklah menjadi kafir. Meskipun disiksa dineraka, ia
tidak kekal didalamnya, bergantung pada ukuran dosa yang dilakukannya. Murji'ah berpandangan bahwa antara iman dan amal, iman-lah yang lebih
asasi yakni jika seseorang mengucapkan dua syahadat dan menjadi Muslim, maka
dosa apapun yang ia perbuat tidak masalah dan takkan menghalanginya masuk surga
di akhirat nanti.
Pemikiran seperti ini
mendapatkan dukungan keras oleh pemerintahan Umawi, karena mereka menganggap
orang-orang pemerintahan meskipun pernah membunuh Ahlulbait dan orang-orang tak
berdosa, meminum minuman keras, dan lain sebagainya, sebagai orang yang bakal
mendapatkan keselamatan dan masuk surga; karena mereka semua menunjukkan
keimanan secara lahiriah dan melakukan berbagai syiar-syiar agama seperti
salat, puasa, haji dan lain sebagainya.
Para pemihak pemikiran ini pun berusaha membelanya dengan
membawakan ayat-ayat dan riwayat. Misalnya:
Allah Swt berfirman: "..(yaitu)
mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan
sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka. dan mereka yang beriman
kepada Kitab (Al Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang
telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.
Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah
orang-orang yang beruntung." (Qs. al-Baqarah [2]:3-5)
Orang-orang Murji'ah
berdalih bahwa di ayat itu tidak disebutkan bahwa syarat untuk masuk surga
adalah "tidak berbuat dosa". Mereka lupa bahwa kriteria-kriteria di
atas adalah milik orang-orang yang bertakwa yang disebut dalam ayat kedua surah
itu, dan ketakwaan tidak sejalan dengan dosa-dosa besar.Pola
pemikiran seperti inilah yang dimanfaatkan oleh penguasa-penguasa zalim yang
hanya merasa cukup mengaku beragama Islam namun mereka melakukan segala
kejahatan.
Imam Shadiq as dalam hal
ini berkata: "Murji'ah berkeyakinan bahwa orang-orang Bani Umayah yang
telah membunuh kami, Ahlulbait, adalah orang yang beriman! Dengan demikian
tangan mereka berlumuran darah dengan para syahid Ahlulbait.”
3.
Aliran Mu'tazilah
Diantara kedua aliran
diatas mengenai status pelaku dosa besar, perbedaannya, bila Khawarij
mengkafirkan pelaku dosa besar dan Murji’ah memelihara keimanan pelaku dosa
besar, Mu'tazilah tidak menentukan status dan predikat yang pasti bagi pelaku
dosa besar, apakah ia tetap mukmin atau kafir, kecuali dengan sebutan yang
sangat terkenal, yaitu al-manzilah bain al-manzilatain.
Setiap pelaku dosa besar,
menurut Mu'tazilah, berada diposisi tengah diantara posisi mukmin dan kafir.
Jika pelakunya meninggal dunia dan belum sempat bertaubat, ia akan dimasukkan
ke dalam neraka selama-lamanya. Walaupun demikian, siksaan yang diterimanya
lebih ringan dari pada siksaan orang-orang kafir. Dalam perkembangannya,
beberapa tokoh Mu'tazilah, seperti Wasil bin Atha’ dan Amr bin Ubaid
memperjelas sebutan itu dengan istilah fasik yang bukan mukmin atau kafir.
4.
Aliran Syiah
Menurut ulama Syiah
menyatakan bahwa pemikiran mereka tidak seperti pemikiran Murji'ah yang
memberikan "surat izin" kebebasan dari neraka untuk para pelaku dosa
besar, tidak juga seperti Khawarij yang menyatakan bahwa seseorang sekali
melakukan dosa besar maka ia akan kekal di neraka, dan juga tidak seperti
Muktazilah yang menempatkan pelaku dosa besar di suatu tempat di antara
keimanan dan kekufuran.
Menurut Syiah, para pelaku
dosa besar dapat disebut sebagai orang mukmin yang fasik, yang mana mereka tetap
dapat memperbaiki diri dengan bertaubat dan mengembalikan tingkat keimanannya
sehingga mendapatkan jalan kembali untuk meraih surga. Kalau tidak bertaubat,
jelas keimanannya semakin merosot dan bisa jadi tidak mendapatkan kesempatan
untuk memperbaiki diri, lalu akhirnya menempati neraka kelak di akhirat. Iman
dan amal perbuatan adalah dua hal yang saling berkaitan erat. Orang yang
mengaku beriman namun semua amal perbuatannya bertentangan dengan ajaran agama,
maka jika demikian ia bukanlah orang yang beriman, dan hal itulah yang akan
menyeretnya ke neraka.
Oleh karena itu, rukun pemikiran Syiah dalam masalah ini
dapat disimpulkan demikian:
1. Jika seseorang memiliki iman, ia mempunyai kesempatan
untuk bertaubat sehingga dosa-dosanya dimaafkan. Dalam hal dosa-dosa yang
berkaitan dengan hak-hak orang lain, diperlukan keridhaan orang yang
bersangkutan.
2. Orang yang melakukan dosa besar, selama tidak
bertaubat, ia akan tersingkir dari derajat "keadilan" yang merupakan
salah satu dari derajat keimanan. Namun bukan berarti itu membuatnya terlempar
keluar dari golongan orang-orang yang beriman.
3. Melakukan dosa-dosa besar secara terus menerus tanpa
bertaubat berujung pada keluarnya pelaku tersebut dari golongan orang yang
beriman.
4. Memiliki keimanan dan keyakinan akan wilâyah
atau keimaman, tidak dapat dijadikan alasan untuk diperbolehkannya melakukan
segala macam dosa.
5. Orang mukmin yang hakiki, berhubungan dengan
spiritualitasnya, selalu berada dalam keadaan antara "takut" dan
"harapan".
yang tahu apakah pelaku
dosa adalah orang yang tetap beriman ataukah tidak, hanyalah Tuhan semata.
Sebagaimana Ia sendiri berfirman: "Tuhanmu lebih mengetahui apa yang
ada dalam hatimu; jika kamu orang-orang yang baik, maka sesungguhnya Dia Maha
Pengampun bagi orang-orang yang bertaubat." (Qs. Al-Isra [17]:25)
Tuhan maha pengampun, yang mana bahkan di sebagian ayat-ayat-Nya Ia tidak
mensyaratkan taubat untuk memaafkan hamba-Nya.Ia akan
mengampuni dosa hamba-Nya yang menurut-Nya layak untuk diampuni, kecuali dosa
itu adalah kesyirikan.Banyak
sekali riwayat yang menjelaskan bahwa kemurahan Tuhan ini juga mencakup
orang-orang yang melakukan dosa-dosa besar
Di dalam Al-Quran juga
banyak ayat-ayat yang menjelaskan lebih dari itu, yakni dengan beriman maka
Tuhan akan memaafkan dosa-dosa hamba yang telah lalu bahkan kesyirikan pun.
·
Analisis
Aliran yang berpandangan bahwa pelaku dosa
besar masih tetap mukmin,menjelaskan bahwa andai kata dimaksukkan kedalam
neraka,ia tak kekal didalamnya.Sebaliknya aliran yang berpendapat bahwa pelaku
dosa besar bukan lagi mukmin berpendapat bahwa diakhirat ia akan dimasukkan ke
neraka dan kekal didalamnya.Khawarij memandang status pelaku dosa besar
sebagai kafir,bahkan musyrik.
Oleh karna itu,ia mendapatkan siksaan serupa
dengan orang-orang kafir.Sementara itu,Mu’tazilah
memandang status pelaku dosa besar sebagai fasik,yaitu suatu posisis netral
diantara dua kutub mukmin dan kafir.Oleh sebab itu,balasan yang diperolehnya
kelak diakhirat tidak sama dengan orang mukmin dan orang kafir.Pelaku dosa besar
akan disiksa selama-lamnya dineraka paling atas
dengan siksaan yang lebih ringan ketimbang siksaan yang diterima oleh orang kafir.
D.
Perbandingan Antar Aliran
Iman & Kufur
·
Iman dan Kufur
Iman berasal dari bahasa
Arab yang berarti tashdiq (membenarkan). Secara etimologi iman berarti
pengakuan atau pembenaran. Sedangkan secara terminologi berarti pengakuan atau
pembenaran yang mendalam akan adanya Alah SWT, malaikat, rasul, hari akhir, dan
qadha dan qadar.
Menurut istilah, pengertian iman adalah membenarkan dengan hati, diucapkan
dengan lisan, dan diamakan dengan tindakan (perbuatan). Menurut Hassan Hanafi
ada empat macam istilah kunci yang biasanya dipergunakan oleh para teologi
muslim dalam konsep iman, yaitu:
a. Ma'rifah bi al-aql,
(mengetahui dengan akal).
b. Amal, perbuatan baik
atau patuh.
c. Iqrar, pengakuan secara
lisan, dan
d. Tashdiq, membenarkan
dengan hati, termasuk pula di dalamnya ma'rifah bi al-qalb (mengetahui dengan
hati).
Secara etimologi, kufur
artinya menutupi, sedangkan menurut terminology syariat, kufur artinya ingkar
terhadap Allah swt, atau tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, baik dengan
mendustakannya maupun tidak.
1.
Aliran Khawarij
Dalam pandangan Khawarij,
iman tidak semata-mata percaya kepada Allah. Mengerjakan segala perintah
kewajiban agama juga merupakan bagian dari keimanan. Dengan demikian, siapapun
yang menyatakan dirinya beriman kepada Allah dan mengakui Muhammad adalah
Rasul-Nya, tetapi tidak melaksanakan kewajiban agama dan malah melakukan
perbuatan dosa, ia dipandang kafir oleh Khawarij.
Iman menurut Kwaharij
bukanlah tashdiq. Dan iman dalam arti mengetahui pun belumlah cukup. Menurut
Abd. Al-jabbar, orang yang tahu Tuhan tetapi melawan kepadanya, bukanlah orang
yang mukmin, dengan demikian iman bagi mereka bukanlah tashdiq, bukan pula
ma’rifah tetapi amal yang timbul sebagai akibat dari mengetahui Tuhan tegasnya
iman bagi mereka adalah pelaksanaan perintah-perintah Tuhan.
Khawarij dengan paham-paham yang
radikal membuat golongan ini rentang dengan perpecahan, termasuk
subsekte-subsekte Khawarij; Al-Muhakkimah, Al-Azariqah, Al-Najdat, Al-Azaridah,
Al-Ajaridah, Al-Sufriyah, dan Al Ibadiyah.
a.
Al-Muhakkimah
Golongan ini adalah
golongan Khawarij murni yaitu Khawarij yang pertama kali muncul seperti yang
tertera di atas. Kufur di sini adalah semua yang terlibat pada peristiwa tahkim.
Dan semua orang yang telah berdosa besar juga dikatakan
kufur pada aliran ini.
b.
Al-Azariqah
Golongan Azariqah muncul
setelah Al-Muhakkimah hancur. Pendapat Azariqah mengenai siapa yang beriman dan siapa
yang kufur tergolong ekstrim, bahkan mereka tak lagi menggunakan term kufur
melainkan term Musyrik yang keberadaannya lebih mengerikan di banding
term kufur. Menurut mereka yang beriman
hanyalah golongan dari mereka sendiri yang mau berhijrah dan tidak pernah
melakukan dosa besar. Dengan kata lain, berarti orang Islam yang bukan dari
golongan mereka atau golongan Azariqah sendiri yang menolak untuk berhijrah
dianggap Musyrik.
c.
Al- Najdat
Perbedaannya menurut
Al-Najdat yang disebut orang beriman
adalah golongan Al-Najdat saja walaupun telah berdosa besar, menurut mereka
orang yang berdosa besar yang menjadi kafir dan kekal di dalam neraka
hanyalah orang Islam yang tak sepaham
dengan golongannya. Adapun pengikutnya jika melakukan dosa besar, betul akan
mendapat siksaan, tetapi bukan dalam neraka, dan kemudian akan
masuk surga.
d.
Al-‘Ajaridah
Orang yang beriman di sini tidak harus orang
Al-‘Ajaridah yang mau berhijrah,
Al-‘ajaridah tidak mengharuskan pengikutnya untuk ikut berhijrah. Iman
menurut Al-‘Ajaridah adalah semua golongan Al-‘Ajaridah yang tidak berdosa
besar, dan anak kecil dari orang yang dianggap kafir masih di kategorikan
beriman, selama ia belum mengikuti orang tuanya.
e.
Al-Sufriyah
Iman dalam pandangan
Al-Sufriyah tidak selalu bisa hilang hanya karena suatu dosa besar, Al-Sufriyah
membagi dosa besar menjadi dua golongan;
dosa besar yang sangsinya ada di dunia, seperti membunuh dan berzina,
dan dosa besar yang tidak ada sangsinya di dunia, seperti meninggalkan
sembahyang dan puasa. Orang yang berbuat dosa golongan pertama tidak dipandang
kafir yang menjadi kafir hanyalah orang yang melaksanakan dosa golongan kedua.
Al-Sufriyah
juga membagi kufur menjadi dua: kufr
bi inkar al-ni’mah atau di sebut juga kafir ni’mat yaitu mengingkari
rahmat Tuhan dan kufr bi inkar al-rububiyah (kafir millah) yaitu mengingkari
Tuhan. Dengan demikian term kafir tidak selamanya harus keluar dari Islam.
f.
Al-ibadiyah
disebut-sebut adalah golongan yang paling moderat di antara
subsekte-subsekte Khawarij lainnya. Tetap mengatakan bahwa orang Islam selain
dari golongan mereka adalah kafir tetapi boleh mengadakan hubungan perkawinan
dan warisan, dan syahadatnya boleh diterima.
Subsekte ini
memiliki pandangan bahwa setiap pelaku dosa besar tetap sebagai muwahid
(yang mengesakan Tuhan), tetapi bukan Mukmin. Maksudnya di sini ia hanya
dipandang sebagai kafir mengingkari ni’mat (kafir ni’mat) dan bukan kafir
millah,
dengan kata lain mengerjakan dosa besar tidak membuat orang menjadi keluar dari
Islam, namun
siksaan yang bakal mereka terima di akhirat nanti adalah kekal dalam neraka
bersama orang-orang kafir lainnya.
2. Aliran Murji’ah
Murji’ah
seperti halnya Khawarij, adalah golongan yang mengeluarkan paham berawal karena
masalah politik, pendapat mengenai iman adalah sebagai respon terhadap pendapat
Khawarij mengenai kafirnya para sahabat yang terlibat pada peristiwa tahkim,
karena dianggap melakukan dosa besar sama halnya zina, riba, menbunuh, dan
lain sebagainya. Kemudian kelompok sahabat yang kemudian disebut Murji’ah, yang
mengatakan bahwa pembuat dosa besar tetap mukmin, tidak kafir, sementara
dosanya di serahkan kepada Allah SWT. Apakah Dia akan mengampuninya atau tidak.
Jika dilihat dari paham-paham golongan ini
mengenai iman dan kufur, Murji’ah bisa
di kategorikan sebagai paham antagonis dari Khawarij, Khawarij yang menekankan
pemikirannya pada masalah siapa yang di anggap kafir, sedangkan Murji’ah
menekankan pada paham mengenai siapakah yang di anggap masih mukmin dan masih
dalam keadaan Islam.
Selain itu Khawarij yang menitik beratkan iman
pada perbuatan seseorang, maka Murji’ah tidak menyangkut-pautkan iman dengan
perbuatan seseorang, dengan kata lain menurut Murji’ah iman tidak di lihat dari
perbuatan baik atau buruknya seseorang.
Golongan yang
mengaku berada di posisi netral di antara golongan khawarij dan Syiah ini
berpendapat bahwa iman seseorang tidak hilang lantaran dosa besar yang di
lakukannya. Menurut mereka dan sesuai dengan nama Murji’ah yang berasal dari
kata (arja’ah ) yang berarti menunda berpendapat bahwa apapun persoalan
dosa besar yang mereka buat itu ditunda penyelesainnya ke hari perhitungan
kelak.
Pandangan iman menurut Murji’ah adalah
mengakui tiada Tuhan selain Allah SWT. Dan bahwa Nabi Muhammad SAW. Adalah
Rasulnya. Dan selama seseorang masih mempercayai dan mengakui tiada Tuhan
selain Allah SWT. Dan Nabi Muhammad SAW. Adalah utusannya, meskipun telah
melakukan dosa besar orang tersebut masih tetap mukmin dan bukan kafir, ini
merupakan kesimpulan logis dari pendirian bahwa yang menentukan mukmin atau
kafirnya seseorang hanyalah kepercayaan atau imannya dan bukan perbuatan atau
amalnya.
3. Aliran Mu’tazilah
Menurut paham mu’tazilah Iman adalah tashdiq di dalam
hati, iktar dengan lisan dan dibuktikan dengan perbuatan konsep ini mengaitkan
perbuatan manusia dengan iman, karena itu, keimanan seseorang ditentukan pula
oleh amal perbuatannya. Konsep ini dianut pula olah Khawarij. Menurut mereka
iman adalah pelaksanaan kewajiban-kewajiban kepada Tuhan. Jadi, orang yang
membenarkan (tashdiq) tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad rasul-Nya,
tetapi tidak melaksanakan kewajiban-kewajiban itu tidak dikatakan mukmin.
Tegasnya iman adalah amal. Iman tidak berarti pasif,
menerima apa yang dikatakan orang lain, iman mesti aktif karena akal
mampu mengetahui kewajiban-kewajiban kepada Tuhan. Kaum Mu’tazilah juga
berpendapat bahwa orang mukmin yang mengerjakan dosa besar dan mati sebelum
tobat, tidak lagi mukmin dan tidak pula kafir, tetapi dihukumi sebagai orang
fasiq.
·
Analisis
Aliran yang mengatakan amal sebagi salah satu unsur
keimanan ,yakni Mu’tazilah dan Khawarij,memandang bahwa iman
dapat bertambah dan berkurang,sementara murji’ah tidak memasukan amal dalam
unsur iman,dan tidak berpendapat bahwa iman tidak dapat bertambah dan
berkurang.
E.
Sfat
–sifat Tuhan dari pandangan Mu’tazilah
·
Sifat-Sifat Tuhan
Sifat-sifat Allah adalah sifat
yang sempurna yang tidak terhingga bagi Allah.Sifat-sifat Allah wajib bagi
setiap muslim mempercayai bahwa terdapat beberapa sifat kesempurnaan yang tidak
terhingga bagi Allah.Kita mengenal Tuhan dengan segala sifat-Nya yang khas yang
membedakan dzat-Nya dari makhluk-makhluk-Nya.
Dari aspek itulah,kita bisa
menetapkan sifat-sifat yang tidak mesti bagi Tuhan,supaya kita dapat
mengetahuai bahwa Dia itu suci dari sifat-sifat yang khusus dari
makhluk-mahkluk-Nya yang tidak mungkin dinisbahkan pada dzat-Nya.
1.
Aliran Mu’tazilah
Kaum mu’tazilah mencoba menyelesaikan persoalan ini dengan mengatakan bahwa Tuhan tidak
mempunyai sifat. Definisi mereka tentang
Tuhan, sebagaimana dijelaskan oleh
al-asy’ari, bersifat negatif. Tuhan tidak mempunyai pengetahuan, tidak
mempunyai kekuasaan, tidak mempunyai hajat dan sebagainya. Ini tidak berarti
bahwa Tuhan bagi mereka tidak mengetahui, tidak berkuasa, tidak hidup dan
sebagainya. Tuhan tetap mengetahui, berkuasa,dan sebagainya, tetapi mengetahui,
berkuasa, dan sebagainya tersebut bukanlah sifat dalam arti kata sebenarnya.
Kaum mu’tazilah mengatakan bahwa kekuasaan Tuhan sebenarnya tidak mutlak lagi. Ketidak
mutlakan kekuasaan Tuhan itu disebabkan oleh kebebasan yang diberikan Tuhan
terhadap manusia serta adanya hukum alam ( sunatullah ) yang menurut Al-
Qur’an. Oleh sebab itu, dalam pandangan mu’tazilah kekuasaan dan kehendak
mutlak Tuhan berlaku dalam jalur hukum-hukum yang tersebar di tengah alam
semesta. Selanjutnya, aliran mu’tazilah mengatakan, sebagaimana yang dijelaskan
oleh Abd Al-jabbar bahwa keadilan Tuhan mengandung arti Tuhan tidak berbuat dan
tidak memilih yang buruk, tidak melalaikan kewajiban-kewajiban-Nya kepada
manusia, dan segala perbuatan-Nya adalah baik.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pandangan tentang pendosa besar:
1.
Aliran Khawarij Semua pelaku dosa besar (murtabb al-kabiiah), menurut
semua subsekte Khawarij, kecuali Najdah adalah kafir dan akan disiksa dineraka
selamanya.
2.
Aliran Murji’ah Murji’ah ekstrim berpandangan bahwasanya pelaku dosa
besar tidak akan disiksa di neraka. Adapun Murji’ah moderat ialah mereka yang
berpendapat bahwa pelaku dosa besar tidaklah menjadi kafir. Meskipun disiksa
dineraka, ia tidak kekal didalamnya, bergantung pada ukuran dosa yang
dilakukannya.
3.
Aliran Mu'tazilah
Mu'tazilah tidak
menentukan status dan predikat yang pasti bagi pelaku dosa besar, apakah ia
tetap mukmin atau kafir, kecuali dengan sebutan yang sangat terkenal, yaitu
al-manzilah bain al-manzilatain.
4.
Aliran Syiah Menurut Syiah, para pelaku dosa besar dapat disebut
sebagai orang mukmin yang fasik.
Pandangan tentan iman dan kufur:
1.
Aliran Khawarij
Iman bagi mereka bukanlah tashdiq, bukan pula ma’rifah
tetapi amal yang timbul sebagai akibat dari mengetahui Tuhan tegasnya iman bagi
mereka adalah pelaksanaan perintah-perintah Tuhan.
2.
Aliran Murji’ah Iman tidak di lihat dari
perbuatan baik atau buruknya seseorang.
3. Aliran Mu’tazilah
Menurut mereka
iman adalah pelaksanaan kewajiban-kewajiban kepada Tuhan. Tegasnya iman adalah
amal.
Pandangan tentang sifat-sifat Tuhan:
1.
Aliran Mu’tazilah mengatakan bahwa Tuhan tidak
mempunyai sifat.
DAFTAR PUTAKA
Abdul Razak, Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung:
CV. Pustaka Setia, 2009)
Al-Bugha, Mustafa Dieb. Syarah
Kitab Arba’in An-Nawawiyah.
Hurr
Amili, Muhammad bin Al-Hasan, Wasâil Al-Syi'ah, jil. 5, hal.
334, Hadis 20669, Muasasah Alul Bait,
Qum, 1409 H.
Kiswati,
Dr.Tsuroya.Al-Juwaini Peletak Dasar Teologi Rasional Dalam Islam.
Kulaini,
Muhammad bin Ya'qub, Al-Kafi, jil. 2, hal. 409, Hadis 1, Dar
al-Kutub Islamiah, Teheran, 1365 S.
Thayib,
Sayid Abdul Husain, Athyâb al-Bayân fi Tafsir Al-Qur'ân, jil. 1,
hal. 259-258, Penerbitan Islami Tehran, 1378 HS.
Untuk merujuk
lebih lanjut tentang dalih Murji'ah dengan menggunakan ayat ini: Thayib, Sayid
Abdul Husain, Athyâb al-Bayân fi Tafsir Al-Qur'ân, jil. 1, hal.
259-258, Penerbitan Islami Tehran, 1378 HS.
Kulaini, Muhammad
bin Ya'qub, Al-Kafi, jil. 2, hal. 409, Hadis 1, Dar al-Kutub
Islamiah, Teheran, 1365 S.
Mengenai masalah
ini, Adapat merujuk ke Pertanyaan 802 (Site: 863) tentang mengenal orang-orang
beriman yang sebenarnya.
Hurr Amili,
Muhammad bin Al-Hasan, Wasâil Al-Syi'ah, jil. 5, hal. 334,
Hadis 20669, Muasasah Alul Bait, Qum, 1409 H.
(Qs. Al-Nisa' [4]:
48 dan 116).
Al-Kafi, jil. 2, hal. 284, hadits 18.
"Sesungguhnya
Allah mengampuni dosa-dosa semuanya." (Qs. Al-Zumar [39]: 53)
Al-Bugha, Mustafa Dieb. Syarah Kitab
Arba’in An-Nawawiyah.hal 10-11
Kiswati,
Dr.Tsuroya.Al-Juwaini Peletak Dasar Teologi Rasional Dalam Islam.hal 187